Amerika Serikat tengah bersiap untuk pemilihan presiden (Pilpres) yang semakin panas. Selasa (5/11) waktu setempat atau Rabu (6/11) waktu Indonesia, Donald Trump dari Partai Republik dan Kamala Harris dari Partai Demokrat akan bertarung memperebutkan kursi Gedung Putih.
Trump, mantan presiden berusia 78 tahun, baru saja selamat dari dua ancaman pembunuhan setelah menjadi mantan presiden AS pertama yang dinyatakan bersalah dalam kasus kriminal oleh juri di New York. Sementara itu, Kamala Harris, yang sebelumnya menjabat sebagai wakil presiden, maju menggantikan Joe Biden pada Juli lalu setelah presiden berusia 81 tahun itu memutuskan mundur.
Lebih dari 80 juta warga AS telah memberikan suara melalui pemungutan awal. Meskipun begitu, baik Kamala maupun Trump terus mengajak warga untuk memilih langsung di TPS yang telah ditentukan.
Electoral College Jadi Penentu, Enam Negara Bagian "Swing" Jadi Kunci
Pemilihan presiden di AS menggunakan sistem Electoral College. Ada 538 suara yang diperebutkan, dan kandidat yang memperoleh setidaknya 270 suara Electoral College akan memenangkan pemilihan. Negara bagian dengan jumlah suara terbanyak sering kali menjadi medan pertempuran, terutama Arizona, Georgia, Michigan, Nevada, North Carolina, Pennsylvania, dan Wisconsin, yang memiliki populasi swing voters atau pemilih yang belum menentukan pilihan.
Dikutip dari CNBC
Hasil Survei Menunjukkan Persaingan Ketat, Kamala Unggul Tipis
Sejumlah survei yang dirangkum Forbes mencatatkan perbedaan tipis di antara kedua kandidat:
- ABC/Ipsos: Kamala Harris 49% vs Donald Trump 46%
- Morning Consult: Kamala Harris 49% vs Donald Trump 47%
- Economist/YouGov: Kamala Harris 49% vs Donald Trump 47%
- Reuters/Ipsos: Kamala Harris 44% vs Donald Trump 43%
- CNBC Survey: Kamala Harris 46% vs Donald Trump 48%
- Wall Street Journal: Kamala Harris 45% vs Donald Trump 47%
Krisis Global: Dukungan dari Pemimpin Dunia Terpecah
Pemilihan AS ini mendapat sorotan dunia, dengan beberapa pemimpin memberikan pandangan masing-masing. Presiden Rusia Vladimir Putin menunjukkan preferensi untuk Trump, meskipun sempat bercanda bahwa ia mendukung Kamala. Di China, Presiden Xi Jinping belum memberikan dukungan terbuka, sementara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu diyakini lebih mendukung Trump.
Di Arab Saudi, Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) mungkin lebih memilih Trump karena posisi kebijakan luar negeri yang mendukung negara Teluk, meski terdapat kekhawatiran atas beberapa langkah tak terduga yang mungkin diambil Trump. Di sisi lain, sebagian komunitas Arab-Amerika memberi dukungan pada kandidat Partai Hijau, Jill Stein, karena pendekatannya yang lebih pro-Palestina.
Keamanan Diperketat, Garda Nasional Disiagakan
Mengantisipasi kemungkinan kerusuhan atau ancaman keamanan lainnya, beberapa negara bagian seperti Oregon, Washington, dan Nevada telah mengaktifkan Garda Nasional. FBI juga mendirikan pos komando untuk memantau ancaman, sementara 1.000 panic button dipesan untuk petugas pemilu di tempat-tempat pemungutan suara.
Pemilu AS tahun ini menyajikan persaingan ketat yang berpotensi memicu gugatan hukum dan penghitungan ulang. Dengan keamanan yang diperketat, hasil pemilu bisa memerlukan waktu sebelum diumumkan. Akankah Kamala Harris mencatat sejarah sebagai presiden perempuan pertama AS, atau Trump akan kembali menduduki Gedung Putih?