Kebijakan TKDN diharapkan mampu memperkuat struktur industri dalam negeri sekaligus meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Pada 2024, belanja pemerintah untuk produk manufaktur domestik diperkirakan mencapai Rp1.441 triliun, sementara belanja konsumsi rumah tangga untuk produk elektronik melebihi Rp100 triliun per tahun. Febri menegaskan bahwa kebijakan ini berlaku tanpa diskriminasi, mencakup seluruh perusahaan industri, baik kecil, menengah, besar, maupun manufaktur global berbasis teknologi tinggi.
Terkait laporan dari AmCham Indonesia dan US Chamber of Commerce yang menyebutkan aturan TKDN menjadi hambatan bagi investor asal Amerika Serikat, Febri menilai sebaliknya. Menurutnya, kebijakan ini justru memberikan peluang besar bagi perusahaan global untuk membangun fasilitas produksi di Indonesia. Di negara lain dengan tingkat ekonomi dan SDM di bawah Indonesia saja mereka bisa berinvestasi, apalagi di Indonesia yang memiliki pasar domestik besar dan pertumbuhan ekonomi tinggi.
Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) yang didukung kebijakan TKDN juga bertujuan memperkuat struktur industri dalam negeri. Dengan peningkatan penggunaan komponen lokal, industri hulu hingga hilir dapat tumbuh signifikan, berdampak pada sektor ekonomi lainnya, termasuk peningkatan penyerapan tenaga kerja. Dengan multiplier ekonomi sekitar 2,2, setiap belanja Rp1 produk manufaktur dalam negeri mampu menciptakan nilai ekonomi sebesar Rp2,2.
Kebijakan TKDN telah membuktikan perannya sebagai game changer bagi perekonomian Indonesia, terutama pada masa pandemi Covid-19. Belanja pemerintah dan BUMN/BUMD menjadi penopang utama permintaan yang lesu, terutama di sektor farmasi dan kesehatan. Dengan nilai belanja pemerintah tahun 2024 yang diproyeksikan mencapai Rp1.441 triliun, dampak ekonomi dari kebijakan TKDN diperkirakan menyentuh Rp3.170 triliun, memberikan efek signifikan pada backward dan forward linkage dalam perekonomian nasional.